Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 12
DEX 15
CON 13
INT 15
WIS 8
CHA 11
9 POSTS & 1 LIKE
House:
Slytherin
APPEARANCE
Dark hair, 179cm // he might look calm but once he opens up to someone, he is anything but calm.
|
Post by Forest Cho on Jan 10, 2022 11:40:07 GMT 7
Pukul delapan lewat tujuh malam. Forest Cho menatap lelah pada bayangannya di cermin, pada rambut gelap yang setengah basah dan lepek sehabis mandi. Menyedihkan sekali kantung mata yang menghiasi wajahnya ini. Malam-malam yang berlalu tanpa tidur cukup membuat penampilannya jadi lebih tua dari seharusnya. Padahal belum setahunan menjadi Pemunah Kutukan, tetapi ia sudah kelihatan seperti tua bangka yang lelah dengan pekerjaan. Tidak. Dia tidak boleh seperti ini. Forest hanya butuh berinteraksi dengan seseorang setelah seminggu penuh mengurus kekacauan yang membuat kepalanya berasap. Setelah mengenakan pakaian yang pantas dan merapikan rambut, ia beranjak ke pintu depan. Aroma yang menguar dari tubuhnya cukup segar, citrus and bergamot. Harusnya tidak akan membuat seseorang yang ingin diganggunya semalam ini mengernyit. Forest tahu diri, kok. Ia tidak akan membiarkan tetangganya yang satu ini menerima tamu yang bau keringat goblin. Pintu depan kediaman Darius Ong terlihat persis seperti pintu depan kamarnya sendiri. Sejak mengetahui bahwa mereka tinggal di gedung yang sama, Forest selalu berusaha menjalin kembali pertemanan yang sempat merenggang dua tahun setelah Darius Ong lulus dari Hogwarts. Forest sempat merasa kehilangan, tetapi kini ia bersyukur mereka kembali bertemu. Mungkin ini yang namanya takdir. Tanpa ragu, ia mengetuk tiga kali. Tangan diselipkan di saku celana, merasakan pangkal tongkat sihir menusuk telapak tangan. Forest agak berdebar, mungkin karena besar harapannya menunggu Darius membukakan pintu. Harusnya pemuda itu ada di kediamannya pukul segini. Tidak harus kerja lembur seperti Forest. Darius Ong
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 14
DEX 9
CON 12
INT 15
WIS 13
CHA 11
8 POSTS & 1 LIKE
House:
Slytherin
APPEARANCE
Jet black hair, 181 cm. Mostly looks deadpan. Smell of musk with hint of cedarwood.
|
Post by Darius Ong on Jan 10, 2022 15:06:14 GMT 7
Rumah sewa milik Darius Ong tidak memiliki aura seperti pemiliknya. Salah satu kolega kerjanya pernah berkata bahwa barangkali apartemen Darius Ong hanya diisi oleh satu buah sofa tunggal, teve yang menyala pada satu siaran yang tak pernah diganti, dapur yang kering kerontang dan keabsenan akan kehidupan yang mencolok. Barangkali itupula alasan Darius tidak pernah mengajak satupun gadis pulang, berbagi kehangatan kasur dengannya atau sekedar makan malam dan bercengkrama. Karena rumahnya tidak seperti rumah dan lebih mirip penjara. Tapi yang sesungguhnya terjadi adalah kebalikannya. Di jam jam tertentu (biasanya malam hari, karena ia cuma ada di apartemen ketika malam), dari celah pintu kayu bercat kelabu dan noda rembes air dipojokannya, terhidu wangi masakan yang jelas bukan tipe makanan-siap-saji-yang-dipanaskan-kembali. Bebauan yang dapat membuat perut siapapun yang kebetulan lewat bergolak dengan keinginan. Meski pada pintunya tidak terdapat dekorasi apapun (— dilarang, peraturan pemilik rumah), kala pemuda itu membuka pintu, remang lampu yang berada tepat di sisi pintulah yang menyambut lebih dahulu. Ada sayup suara televisi, namun tidak berisi berita atau suara statis, melainkan opera yang biasa jadi tontonan para orang tua di malam hari; Sitcom tiga musim yang sudah diulang ulang: The Farmer’s Daughter, his mom’s favorite. Makanan, kehangatan, siaran sitcom pada televisi. Semuanya adalah kegiatan harian Darius Ong. “Masuklah.” Lengan sweater hijau kakinya digulung hingga siku, mencegah cipratan saus. “Sedang memanaskan banchan, sebentar lagi selesai.” Sapanya ramah pada pemuda Cho. Apartemen kecil itu hanya punya satu kamar tidur, satu kamar mandi, satu ruang kecil serbaguna yang digunakannya untuk mencuci dan menyimpan perlengkapan, serta ruang tamu dan ruang makan yang menjadi satu. Dari meja makan berkapasitas empat orang, bisa dengan mudah menonton televisi—namun Darius tidak suka itu. Maka televisinya dimatikan, sebelum kembali ke dapur. Tidak repot repot meminta Forest untuk melakukan apapun; toh, pemuda itu tahu ruangan ini sebaik dirinya. Model apartemen mereka identik, pun perabotan dasarnya. “Tidak masalah kan, dengan makanan Korea?” Meski memunggungi sang lelaki Cho, ia tahu suaranya cukup keras untuk didengar satu ruangan. “Dan aku beli pudding kesukaanmu di dalam kulkas.” Bersandingan dengan bir, miliknya. ( Forest Cho )
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 12
DEX 15
CON 13
INT 15
WIS 8
CHA 11
9 POSTS & 1 LIKE
House:
Slytherin
APPEARANCE
Dark hair, 179cm // he might look calm but once he opens up to someone, he is anything but calm.
|
Post by Forest Cho on Jan 10, 2022 16:13:40 GMT 7
Hidungnya dimanjakan aroma masakan. Forest tidak bisa menahan senyum karena ia suka aroma yang menyenangkan seperti ini. Bisa memasak adalah sebuah privilese (ini untuk Darius, bukan untuknya) dan ia mendapati berteman karib dengan Darius Ong adalah privilese lainnya. Maka ditanggalkannya alas kaki di depan pintu untuk perlahan memasuki kamar apartemen Darius, kakak kelasnya yang kini menjadi tetangga-apartemen-beda-lantainya. "Terima kasih, hyung," tidak lupa Forest ucapkan atas keramahan dan kemurahan hati Darius menerima dirinya di sini. Kasarnya, Forest hanya numpang makan. Padahal ia dengan senang hati membalas kebaikan Darius dengan hal lain, tetapi tidak hari ini. Mungkin lain waktu dan Darius bisa minta apa saja padanya jika pemuda itu ingin sesuatu. Ketika ia melangkah mengikuti si empunya rumah ke dapur, perhatian Forest teralih sejenak pada televisi yang dimatikan. Padahal dia tidak keberatan juga kalau ada suara, tetapi hyung berpikiran sebaliknya. Dalam diam Forest mengekori Darius, berhenti tidak jauh di sisi kanannya untuk memperhatikan apa yang sedang dimasak yang lebih tua. Banchan, ya, Forest sudah lama tidak mencicipi masakan Korea. "Aku tidak masalah. Lagipula, masakan hyung kelihatan enak," matanya berbinar ketika memperhatikan letupan-letupan kecil yang muncul di permukaan masakan itu. Tanpa sadar ia menjilat bibir sekilas. Belum selesai ia mengagumi masakan Tuan Ong, kabar bahwa puding kesukaannya ada di lemari pendingin sang pemuda membuat wajah Forest sumringah. "Puding!" Ia mengeksklamasi seolah kanak-kanak yang antusias, "Thanks Merlin, you've given me the nicest friend ever." Lalu Forest Cho berlari kecil ke lemari pendingin untuk mengecek dan mengangguk senang begitu selesai mengonfirmasi ucapan temannya. Makan malam hari ini pasti menyenangkan. Begitu kembali ke sisi Darius Ong, ia penasaran kenapa belum disuruh membantu apa-apa. "Perlu kusiapkan meja makannya?" pada akhirnya, ia pun bertanya. Darius Ong
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 14
DEX 9
CON 12
INT 15
WIS 13
CHA 11
8 POSTS & 1 LIKE
House:
Slytherin
APPEARANCE
Jet black hair, 181 cm. Mostly looks deadpan. Smell of musk with hint of cedarwood.
|
Post by Darius Ong on Jan 10, 2022 21:54:25 GMT 7
Ada beberapa alasan mudah mengapa ia dan Forest Cho berteman cukup akrab sejak masa studi mereka di Hogwarts. Jika nama marga mereka yang terdengar asing di benua Eropa tidak segera memberitahu siapapun secara langsung, maka barangkali Darius harus bilang takdir bermain peran. Ia memperhatikan Forest yang membuka sepatu, mengulum senyum tipis yang kandas sekon berikutnya. Sulit untuk merasa nyaman di tengah kultur yang berbeda jauh, dan Darius—meskipun dibesarkan jauh dari tanah leluhurnya—dengan susah payah mereplika kenyamanan tersebut sebisanya. Gestur sopan Forest Cho diapresiasinya tanpa banyak kata; toh, pemuda itu sudah biasa datang kemari. Ia tidak masalah jika pemuda itu hanya menumpang mengisi perut, karena memang tidak banyak yang bisa dilakukan di tempat ini. Darius, secara kebetulan, juga senang memasak untuk dua orang. "Aku tidak masalah. Lagipula, masakan hyung kelihatan enak,""Hm'mm, kiriman dari Korea." Bukan hal aneh melihat sebuah kardus yang dikirimkan jauh jauh dari Korea berada di dapur pemuda itu, namun jelas tidak sering pula. Meski pengiriman bukan masalah (siapapun bisa dengan mudah melempar paket melalui portal di ruang tengahnya), memang ia tak pernah meminta paket paket tersebut. Toko bahan makanan Asia di sekitar apartemennya tidak begitu lengkap, tapi setidaknya, ada. (Sebuah gebrakan besar, but everyone needs a taste of home sometimes.) "Forest, pudingnya setelah makan." Kalimatnya tegas seolah Forest Cho adalah kemenakannya yang berusia delapan tahun. Sembari membawa piring piring kecil berisi banchan ke atas meja, ditatapinya punggung lelaki Cho tersebut di depan lemari pendinginnya. "Tak apa, sudah selesai. Duduklah." Makan malam hari itu berasal dari buku masak yang dikatakan dalam surat dipakai neneknya (bukan buku yang sama, namun hanya beda edisi rilis). Ada dua mangkuk samgyetang dengan nasi panas di sisinya, satu orang mendapatkan satu ayam ukuran kecil dan juga potongan ginseng. Alat makan, ornamen piring, semua mengingatkannya pada tanah yang tak pernah ditinggalinya. But he tried, at least this is what home feels like for him."Aku tadinya berpikir kau tak akan datang." Supnya panas, asap mengebul membawa bebauan rempah. "Hendak kubungkus dan kutaruh di depan pintumu, tapi kurasa kau tak jadi lembur?" Jadi pemunah kutukan sepertinya melelahkan, lihatlah wajah Forest Cho sekarang. ( Forest Cho )
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 12
DEX 15
CON 13
INT 15
WIS 8
CHA 11
9 POSTS & 1 LIKE
House:
Slytherin
APPEARANCE
Dark hair, 179cm // he might look calm but once he opens up to someone, he is anything but calm.
|
Post by Forest Cho on Jan 10, 2022 22:59:46 GMT 7
"Oh, ternyata dari kampung halaman," Forest menganggukkan kepala. Sepertinya menyenangkan bisa menerima kiriman seperti itu sesekali, tetapi rumah Hanson Cho tidak pernah mengizinkan siapapun mengirim pada anak-anaknya secara langsung. Mereka harus mengirim terlebih dahulu pada kepala keluarga Cho untuk disortir, dan ketika dirasa benar-benar aman baru diteruskan pada anak-anaknya. Freesia Cho, sang kakak, dulu sering mengomel karena pernak-pernik tak berbahaya miliknya bahkan tak luput dari pemeriksaaan ayah mereka. Beruntung sekarang sang kakak sudah menikah dan tinggal jauh di Romania bersama suaminya yang bekerja sebagai dragon keeper di sana. Meskipun Forest juga sudah tidak lagi tinggal bersama kedua orangtuanya, sang ayah tetap merecoki hidupnya selama ia tinggal di tanah Inggris. Tapi sudahlah, Forest juga tidak terlalu peduli dengan kiriman apapun yang ditujukan padanya. Sekarang yang terpenting adalah ini, masakan yang sudah disiapkan Darius Ong untuk mereka berdua, dan ia tidak pernah merasa lebih bersyukur karena bisa tinggal satu atap dengan mantan kakak kelasnya. (Satu atap as in satu gedung flat. Begitu.) "Forest, pudingnya setelah makan."Sejujurnya Forest agak terperanjat ketika mendengar nada tegas itu ditujukan padanya. Sudah lama sejak beberapa tahun lalu, ketika mereka masihlah murid di bawah naungan asrama Slytherin dan Darius Ong mengajarinya banyak hal demi mempersiapkan diri untuk OWL. Bukan hanya pelajaran yang ia dapatkan, tetapi juga sebuah pertemanan yang berharga dan sebuah kesadaran akan sesuatu. Ia tidak pernah bilang pada Darius karena saat itu Forest hanyalah remaja tanggung yang kebingungan. Namun setelah pemuda itu lulus dan mereka berpisah, Forest akhirnya sadar bahwa secara tidak langsung, Darius Ong sudah menjadi sosok yang cukup penting dalam hidupnya. Dan pertemuan kembali kali ini semakin menguatkan keinginan dalam diri Forest untuk terus mempertahankan eksistensi Darius Ong dalam hidupnya, seaneh apapun kedengarannya keinginan itu. At some point, he surely will follow Darius wherever he goes.
"Aku cuma mengecek pudingnya saja, hyung. Tidak mungkin makan sekarang," tawanya terdengar renyah, santai. Ujung-ujung matanya berkerut samar saat sudut bibirnya melengkung senang, tetapi segera hilang begitu tawa itu mereda. Ia mengikuti kata-kata yang lebih tua, duduk di sisi pemuda itu sembari mengagumi masakannya yang beraroma lezat. Hangat. Forest bisa merasakan kehangatan yang menguar—dari masakan yang terhidang, dari suasana apartemen Darius, dari presensi sang tuan di sampingnya. Diam-diam Forest mengerling pada pemuda itu, memperhatikan lelaki itu fokus pada hal lain selain tatapan Forest padanya. "Oh, hari ini tidak jadi. Mungkin minggu depan," ia meraih sumpit dan menggigit ujungnya sembari menatap Darius, "Kenapa hyung mau meninggalkan makanan di pintuku? Tidakkah itu merepotkanmu?" Rencana Darius Ong barusan terdengar cukup mengagetkan baginya. Forest tidak menyangka bahwa Darius bisa berpikir untuk melakukan hal itu, sengaja meletakkan makanan di depan pintunya. Padahal Forest pikir kehadirannya hanya menyusahkan. Namun ketika mengetahui bahwa Darius malah ingin mengantarkan makanan ketika ia tidak bisa datang, Forest penasaran dengan alasannya. Hanya saja ketika ia hendak bertanya, tiba-tiba sesuatu menabrak kaki telanjangnya dan membuat lututnya hampir menabrak kaki meja karena terkejut. "Jenggot Merlin! Apa itu di kakiku?!" Tadi seperti ada yang menggelinding ke balik telapak kakinya, sehingga Forest segera menunduk ke balik meja untuk memastikan itu bukan paku. "Eh? Ada koin knut. Milikmu, hyung?" Ia mengangsurkannya ke meja agar Darius bisa melihatnya. Darius Ong
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 14
DEX 9
CON 12
INT 15
WIS 13
CHA 11
8 POSTS & 1 LIKE
House:
Slytherin
APPEARANCE
Jet black hair, 181 cm. Mostly looks deadpan. Smell of musk with hint of cedarwood.
|
Post by Darius Ong on Jan 13, 2022 22:47:34 GMT 7
Melihat tindak tanduk Forest, Darius ingat semasa mereka sekolah dulu. Darius adalah senior yang keberadaannya seolah memiliki frekuensi tersendiri di radar para adik kelar, meskipun ia bukan sosok berpengaruh seperti ketua Quidditch dan hanya seorang prefek dan bukan headboy. Orang berasumsi ia senang memberikan detensi pada para murid yang melanggar jam malam, pada para murid yang bergosip terlalu kencang setelah semua orang tidur, atau pasangan muda mudi yang dipergok berduaan di dalam toilet. Bukan sekali dua kali ia mendapat aduan bahwa seseorang menggunakan namanya untuk menakut-nakuti murid lain, membuat mereka patuh karena patuh lebih mudah daripada menghadapi murka Darius Ong. Meski kini lelaki itu berpikir apakah ia yang dahulu memang se ... mengerikan itu. Ia rasa, tidak. Kalau ia mengerikan, mungkin Forest Cho tidak akan di sini. Forest Cho adalah sosok pendiam yang banyak hilang dari radar orang orang—berkebalikan dengannya. Meskipun ketika ia membuka mulut, cerita demi cerita yang mengalun tanpa henti. Forest Cho, kotak musik dengan balerina, tak ada ubahnya. Namun Forest Cho adalah satu satunya sosok yang tak takut padanya, yang menerima kata kata tegasnya sebagai tak lain kata kata dan bukan hardik atau maki. Forest Cho yang tingkahnya mungkin tak seperti balerina gemulai di kotak musik. Pemuda itu menabrak meja, membuat Darius memegang meja yang bergetar ntuk menghentikan bunyinya dan kemudian bangkit untuk mengecek kondisi pemuda itu. Menatap knut yang dipegangnya. Darius menggeleng kepala, ia tidak menyimpan knut atau mata uang sihir lainnya di sembarang tempat. Pun, dari arah datangnya koin tersebut, tidak ada benda apapun yang bisa jadi asal muasal benda bundar itu. "Simpan saja, bukan punyaku." Agak dismisif, hal aneh bisa terjadi kapan saja. Ini komunitas sihir, ia sudah awam. "Mari, duduk. Dan, jaga volume suaramu, ini di dalam rumah." Telunjuknya menempel di depan bibir yang mengembus kecil dan tersenyum tipis. 'Shhh'. Usai berdoa, makan malam dimulai dengan tenang, ditemani suara langkah kaki dari tetangga atas yang bolak balik tanpa alasan jelas, hembus angin dari jendela yang belum ditutup. "Tidak merepotkan." Ia membawa kembali topik yang tertahan akibat knut tadi. "Aku pasti akan masak dua porsi—lebih mudah menyiapkannya daripada satu porsi." Ia menyuap porsi nasi dan supnya. Hangat, tapi tidak terlalu panas untuk musim panas London. "Dan kurasa kau akan sedih kalau tak mendapat jatah makan malam dariku." Ekspresinya main-main ditemani senyum timpang. " Am I wrong? Forest Cho?" ( Forest Cho )
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 12
DEX 15
CON 13
INT 15
WIS 8
CHA 11
9 POSTS & 1 LIKE
House:
Slytherin
APPEARANCE
Dark hair, 179cm // he might look calm but once he opens up to someone, he is anything but calm.
|
Post by Forest Cho on Jan 14, 2022 23:19:22 GMT 7
"Oke. Kalau begitu kusimpan dulu," ia mengantongi koin knut tersebut tanpa mengecek lebih lanjut permukaannya. Nanti saja setelah makan, atau setelah ia kembali ke apartemennya. Lagipula kalaupun benda itu memiliki kutukan, sudah dari tadi harusnya berefek pada Forest. Karena ia tidak mengalami apapun ketika menyentuh benda itu, Forest seketika menurunkan kewaspadaannya dan tidak menggali lebih jauh asal muasal koin tersebut. Lagi-lagi ia ditegur karena bersuara terlalu keras. Forest maklum karena ini Darius Ong dan ia sama sekali tidak merasa aneh karena diperingatkan begini. Justru jika Darius membiarkannya malah terasa aneh. Senyumnya kembali, kali ini terlihat lebih kekanakan. Sedikit kikuk waktu ia menggaruk belakang kepala sambil melempar cengiran pada lelaki yang lebih tua. "Sorry. But I'm not that loud, though," tidak lupa menyampaikan pembelaan diri. Forest cuma ingin jadi anak baik di depan Darius, dulu dan sekarang. Jadi dia akan mematuhi kata-kata pemuda itu. Makanan yang terhidang perlahan disantap. Tentunya setelah mengikuti Darius berdoa dan menunggu hingga tuan rumah menyuap makanannya. Penjelasan Darius cukup masuk akal, karena untuk memasak satu pasti akan sulit menakar porsi yang tepat. Agak lega rasanya ketika mengetahui bahwa hyungnys tidak merasa keberatan dengan tambahan mulut yang harus diberi makan (padahal Forest tidak selalu berharap diajak makan bersama tapi, ya, dia senang makan bersama Darius Ong. Tidak perlu takut kesepian karena akan ada Darius yang menyahut ucapan-ucapan tak pentingnya. Itu saja sudah membuatnya merasa senang. "Ah, kalau itu...hyung tidak salah," Forest menahan tawa dengan punggung tangan setelah menelan makanannya. Sebagai anak bungsu dalam keluarga, Forest mengakui bahwa ia terbiasa bermanja. Perhatian dari orang lain adalah sesuatu yang membuatnya merasa berharga. Jika ia tidak bertemu lagi dengan Darius, mungkin Forest tidak akan sebahagia sekarang. Jadi, jawabannya sudah jelas kan? "Kalau hyung tidak keberatan, jangan berhenti mengajakku makan bersama. Kecuali kalau hyung sangat sibuk atau sudah punya kekasih." Dia tidak tahu apakah kata-kata yang terakhir pantas diucapkan. Berjaga-jaga saja, siapa tahu ada yang belum ia ketahui dari pemuda Ong ini meskipun mereka sudah cukup sering menghabiskan waktu untuk makan bersama. Darius Ong
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 14
DEX 9
CON 12
INT 15
WIS 13
CHA 11
8 POSTS & 1 LIKE
House:
Slytherin
APPEARANCE
Jet black hair, 181 cm. Mostly looks deadpan. Smell of musk with hint of cedarwood.
|
Post by Darius Ong on Jan 21, 2022 23:49:50 GMT 7
Sanggahan dari pemuda itu hanya menuai senyum tipis yang hilang sekon berikutnya; Forest Cho tidak akan semanja itu jika bukan dengannya— privilege yang tanpa banyak ucap disimpan untuk diri sendiri. Toh, ia tahu Forest tidak sengaja membuat kepanikan, ia hanya terkejut. "Tentu." Ia mendimisifkan topik tersebut untuk melanjutkan ke topik selanjutnya selagi makan malam dimulai. Ia tidak pernah jadi sosok yang terlalu banyak bicara ketika jam makan malam. Jika bukan Forest di hadapannya, di kebanyakan malam ia akan makan seorang diri, ditemani suara statis televisi atau deru angin di luar jendela. Dan Darius menyenangi itu, sesungguhnya: keheningan yang hanya bisa ia dapat di rumahnya sendiri—karena mansion Bloodthorn ramai akan pelayan, anak-anak, kemenakan, sedangkan tempat kerjanya ramai dengan suara hewan. Di sini, paling cerita cerita dari Forest. Kalimat afirmasi dari lelaki Cho tersebut membuatnya menghentikan kunyah, terkekeh pelan selagi menyendok kembali nasi di dalam mangkuknya. Entah sejak kapan kebiasaan kecil ini dimulai, yang Darius ingat adalah porsi bahan makan yang selalu didobel setiap berbelanja—ada maupun tidak rencana bertemu malam itu. Tak apa, penemuan bernama mesin pendingin itu amat berguna, sesungguhnya. "Aku—" Menjeda sembari memotong ayamnya yang sudah semakin kurus dan terlihat tulangnya. "—Selalu senang mengajakmu makan malam, tenang saja." Its always fun to coming back to someone he familiar with. "Lagipula tidak ada yang mengapresiasi makanan Korea sepertimu." Mrs. Vanthom di lantai atas membenci dengan sepenuh darah dalam nadinya makanan-makanan Asia, dan mungkin di saat yang sama, Darius. Tapi ia tak perduli. "Kadang setelah lelah bekerja, aku hanya ingin pulang, dan bertemu denganmu." ( Forest Cho )
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 12
DEX 15
CON 13
INT 15
WIS 8
CHA 11
9 POSTS & 1 LIKE
House:
Slytherin
APPEARANCE
Dark hair, 179cm // he might look calm but once he opens up to someone, he is anything but calm.
|
Post by Forest Cho on Jan 22, 2022 0:47:52 GMT 7
Sebenarnya mereka ini apa? Dia ini...bagaimana?Pertanyaan itu selalu muncul di saat tidak terduga—ketika bermenung seorang diri di kamarnya, pada jam makan siang ketika ia baru saja selesai memunahkan sebuah kutukan pada seuntai kalung berlian, lalu ketika melihat Darius Ong tersenyum tipis. Seperti saat ini, Forest tidak sadar dia menatap lelaki itu cukup lama sampai didengarnya balasan dari lawan bicara. Ia berdehem singkat, memberi kesempatan bagi otaknya untuk kembali pada kenyataan. Sebab kali ini bukan waktunya untuk menjadi bodoh dan melakukan hal yang bisa membuat Darius hyung berjengit kesal. Mungkin saja, kan? Karena Forest hampir saja menggeser kursinya lalu melakukan— —ah, sudahlah. Ia terbatuk kecil saat makanan yang dikunyah terasa masuk ke jalan yang salah. Lekas ia menyambar minuman dan meneguk isi gelasnya, lalu menghela napas lega saat akhirnya ia tidak berkeinginan untuk terbatuk lagi. Darius Ong hampir selalu membuatnya terdistraksi (bahkan saat makan, demi Merlin) tetapi ia tidak ingin pemuda itu melihat Forest si bodoh di saat seperti ini. Dia ingin Darius hyung melihat sisinya yang bagus saja, karena selama ini lelaki yang lebih tua sudah terlalu banyak terpapar sisi jelek Forest. Tapi jawaban barusan cukup membuat kelopak matanya melebar tidak percaya. Sememalukan apapun Forest, Darius sepertinya tidak keberatan menerima keberadaannya. Kalau sudah dikatakan seperti itu, Forest jadi ingin berharap. Pelan-pelan ia letakkan sumpit di atas mangkuk nasi, lalu ia menoleh pada Darius Ong untuk memperhatikannya lekat-lekat. "Hyung." Ia ingin bicara serius, tapi bukan yang seperti itu. Forest cuma ingin Darius tahu bahwa ia pun senang, ingin bertemu dengan pemuda itu meskipun sebentar. Ralat, bukan sebentar yang cuma beberapa menit. Tapi sepanjang sisa malam, hingga kantuk menguasai dan Forest harus kembali ke apartemennya. Atau tidak. Yang manapun...ia tidak peduli. Sama seperti Darius, Forest juga selalu ingin bertemu dengan lelaki itu. "Jangan undang orang lain ke sini. Selain aku atau keluargamu, maksudnya," ia bergumam, lalu cepat-cepat meralat begitu menyadari kesalahannya, "I mean, that's up to you. This is your house and you can invite whoever you want but...I hope there is none."Forest menarik sudut bibirnya membentuk senyum, terlihat cukup santai meskipun sorot matanya seolah berpijar. Alasannya tidak masuk akal, tapi Forest tidak suka membayangkan ada orang lain yang menduduki kursi makan ini bersama Darius. Atau sofa di dekat tv. Atau...ranjang. "Aku tidak akan membiarkanmu kesepian, hyung. It's a promise," kelingkingnya mengait pelan pada kelingking Darius, berharap pemuda itu tidak akan menepisnya. Darius Ong
|
|