Administrator
USER IS OFFLINE
Years Old
Sorcery Points:
Hit Points: | Atk Dice:
146 POSTS & 0 LIKES
|
Post by Narrator on Jan 9, 2022 10:41:03 GMT 7
Demi Merlin.
Basil Tuft mengumpat dalam hati. Entah sudah berapa kali ia mengumpat sejak laporan mengenai bencana di Ilkley sampai ke mejanya. Ratusan orang tertimbun longsor, curah hujan yang tinggi, limbah muggle. Ia perlu berkoordinasi dengan kantor di dalam departemennya, belum lagi meminta bantuan dari departemen lain. Mentri Sihir Nobby Leach sendiri mengirimkan memo padanya, bahwa ia sudah meminta Departemen Penegakan Hukum Sihir untuk membantu dan beberapa organisasi aktivis dan perseorangan juga akan turut serta.
"Diggory, please," ujar pria berusia lima puluh dua itu jengkel, "pastikan Portkey relawan sampai dua puluh menit lagi. Kalau departement transport menyusahkan, beri tahu mereka bahwa ini mendesak, minister order."
Jaringan floo-nya tidak henti-hentinya berkobar dan Basil berakhir menutup floo daripada terganggu. Ia sendiri bersiap-siap untuk pergi ke Ilkley. Kecepatan adalah kunci di sini. Tentu ia pikir penyihir bisa bertahan cukup lama meskipun terperangkap, ada mantra oksigen dan segala macam. Tapi di sana juga ada anak-anak dan kondisi desa itu cukup mengenaskan dari kabar yang ia terima.
"Merlin. Kau akan berpikir semua orang punya nurani, tapi tidak, birokrasi terkutuk dan si Spencer tua itu sulit diajak bekerja sama," keluhnya sambil mengenakan jubah luarnya. Ia tidak menoleh untuk mengecek apa yang sedang dikerjakan Dorethea Diggory. Gadis itu sudah bekerja padanya cukup lama untuk tahu bahwa terkadang Basil suka berbicara sendiri. "Dia pikir dia bisa menjadi menteri sihir dengan menyulitkan orang lain? Ha."
"Sebaiknya aku berangkat sekarang," ucapnya singkat, kerutan di dahinya tidak hilang-hilang sejak tadi, "Portkey, secepatnya, Diggory."
Lalu dia ber-Apparate pergi.
Desa Ilkley seharusnya, menurut catatan, adalah desa tempat sepuluh keluarga penyihir tinggal berdampingan dengan muggle. Sudah ratusan tahun mereka berada di sana sampai akhirnya undang-undang kerahasiaan sihir disahkan. Mereka tetap berada di sana, meskipun mulai menutupi bahwa mereka penyihir. Basil Tuft pikir pasti ada banyak peran mantra modifikasi memori di sana, tapi itu bukan urusannya. Yang ia tahu, saat ini desa itu tertutup tanah dan limbah timah dan lumpur, dan ia harus mencari ratusan orang di bawahnya.
"Selamat sore, tuan dan nyonya," ujarnya dengan nada formal, resmi, sembari mengedarkan pandangannya ke pada orang-orang di situs itu. Ia mengangguk kecil, lencana kementrian sihir yang menempel di jubahnya mengilap di bawah terangnya Lumos. "Terima kasih atas kesigapan kalian."
Pria itu dengan puas melihat beberapa petugas dengan seragam auror di tengah-tengah kerumunan. Ah, departemen penegakan hukum sihir saja mau membantu, tapi departemen transport sialan itu, gerutunya dalam hati. Tapi itu tidak penting. Ditambah dengan relawan mereka punya orang yang cukup untuk melakukan misi penyelamatan ini.
"Menurut catatan ada 36 penyihir dan 165 muggle," ia ingin berkata yang penting adalah tiga puluh enam penyihir itu, serahkan saja muggle pada pihak berwenang di sisi mereka, tapi tidak, Mentri Sihir yang terhormat ingin menyelamatkan semua yang bisa diselamatkan, "Yah, semoga kita bisa menyelamatkan semua."
Ia sendiri bergegas ke timbunan longsor pertama, mengibaskan tongkat dan membuat sejumlah lumpur dan puing-puing bangunan terbang ke arah lain.
Ketentuan: Misi penyelamatan muggle/penyihir yang terperangkap longsor. Gunakan diceroll dengan range 1-STR karaktermu. Misalnya Strength = 14 maka codenya: [/roll range="1-14"]. Hasil yang didapat adalah jumlah orang yang berhasil karaktermu temukan. Sayangnya jika mendapat 3,5 dan 7, berarti orang yang kalian temukan sudah meninggal. Misi berakhir ketika akumulasi (semua peserta topik) sudah mencapai angka 200.
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 15
DEX 13
CON 13
INT 8
WIS 10
CHA 15
7 POSTS & 0 LIKES
House:
Gryffindor
APPEARANCE
Often changing his hair color (using magic), read description for current appearance (if there isn't any, he use his natural hair color: platinum blond). 175cm. Bright brown eyes. Smirks a lot.
|
Post by Louis W. Freust on Jan 9, 2022 11:17:07 GMT 7
Long story short, Ethan wants him to do good with his power.
The other side of the story Ethan didnt know he knew was his teacher were going on a date and he don't want Louis to nose around.
Ya, ya, paham.
Karena, mana ada coba seorang pemunah kutukan yang dikirim untuk menyelamatkan korban longsor sebagai salah satu pelajaran dalam meningkatkan kemampuannya? Dan kalau memang itu yang diinginkan Ethan, harusnya pamannya ikut ke sini, menonton bagaimana Louis merapal mantera dengan begitu lihai, mengangkat bebatuan tanpa mengerenyitkan dahi sedikitpun.
Tapi, yah, ia sudah terlanjur berada di sini. Nanti saja ketika pulang ia akan merusuhi paman-slash-guru nya tersebut.
Tongkatnya sudah dipilin di antara jemari ketika statistik mengenai korban disebutkan; ada tambahan dengus geli ketika kalimat begitu pasrah-namun-realistik disuarakan oleh tuan Tuft. Ia sendiri belum terjun ke tempat kejadian secara langsung melihat seketat apa penjagaan.
"Panggil aku jika ada sesuatu, aku akan ada di sana.*" Ia menyenggol seorang penyihir di sampingnya, sedangkan sebelah pundak menggestur pada tempat yang padat akan bebatuan dan lumpur. Longsor bukan hal aneh, namun melihat kondisi hari ini, nampaknya memang mereka--para korban selamat--harus segera cari hunian baru. Nothing can be salvaged anymore.
nQUaAJl21-15
*op-in silahkan ditanggapi, assumed connection juga boleh 1-15
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 8
DEX 13
CON 12
INT 16
WIS 15
CHA 10
4 POSTS & 0 LIKES
House:
Ravenclaw
APPEARANCE
5' 6". Ebony hair, often tied in a ponytail when working. Brown eyes. Cinnamon scent.
|
Post by Evelyn Sharma on Jan 9, 2022 13:15:47 GMT 7
Hampir nihil, jumlah hal yang bisa membuat Evelyn melepas perhatian dari pekerjaan sekaligus penelitannya. Waktunya terlalu berharga. Namun, ketika kabar tentang bencana longsor di Yorkshire sampai ke telinga, diikuti ajakan menjadi relawan, tanpa ragu ia memutuskan untuk ikut terjun ke lapangan. Sebagian besar karena banyaknya muggle yang juga menjadi korban; bayangkan, bila bencana dengan skala sebesar ini terjadi di kediaman keluarganya, mana mungkin ia bisa duduk diam. "Ini lebih buruk dari bayanganku." Evelyn bergumam, setelah mendengar jumlah korban yang terperangkap, lebih kepada diri sendiri. Pasang matanya menerawang tumpukan lumpur dan tanah dan limbah dan puing-puing dan ratusan insan yang semoga saja masih bernyawa. Fakta bahwa orang tua dan adiknya bukan salah satu dari mereka tak lantas membuat lega. Evelyn menoleh, menyadari tas selempang yang bergoyang karena disenggol pemuda di sebelahnya. "Yes, yes, will do," balasnya cepat, mengangguk kepada Louis W. Freust yang ia kenali dari masa sekolah di Hogwarts dulu. Ingatannya cukup kuat merekam mereka yang berbeda dari kebanyakan murid di sana, yang dianggap minoritas entah karena warna kulit atau status darah. "Be careful. And let me know if you need any potions, for you, or anyone else," ujarnya mantap, mengangkat tas selempang kecil yang terisi penuh dengan berbagai ramuan medis. Detik berikutnya Evelyn berjalan ke arah berlawanan, melewati penyihir lain yang sudah mulai memindahkan tumpukan tanah. "Hold there! I think I see something!" serunya sambil menambah cepat ayunan langkah. Tongkatnya digegam semakin erat. Ada sesuatu yang menyembul dari celah di antara dua puing-puing yang sebelumnya mungkin tembok, atau atap, atau jendela. "... or someone."
Paragraf terakhir op-in. wSjHuFyx1-81-8
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 8
DEX 14
CON 11
INT 15
WIS 14
CHA 12
12 POSTS & 0 LIKES
House:
Hufflepuff
APPEARANCE
Brown hair, hazel eyes, balance height and weight.
|
Post by Nikolai Pushkin on Jan 9, 2022 14:25:45 GMT 7
Akumulasi: 12+7
Nikolai Pushkin muncul dari aparasi. Ilkey, tanpa siapa pun menduga menjadi lokasi bencana. Ia mengesampingkan pemikiran pribadi akan sebab yang telah jelas terlihat demi sigap membuat tenda darurat untuk para Healer dan Mediwizard bertugas. Mengesampingkan pula pertanyaan dalam kepala mengapa mereka juga bertanggung jawab terhadap muggle. Batinnya bergejolak, nuraninya diuji.
Tanpa banyak bicara, usai menyiapkan kebutuhan penyembuhan, ia mendekati salah satu penyihir (Louis W. Freust ). Ia menebak seorang ahli mantra atau kutukan, dari lihainya kemampuan mengangkat bebatuan dan lumpur. Menganggukkan kepala ia selama beberapa detik, lalu memeriksa korban pertama yang ditemukan. Tongkat Alder tiga belas sentimeter yang digenggamnya pun terayun, bersama rapalan mantra pada bibir.
Memastikan Mediwizard membantu memindahkan ke tenda, ia beralih pada korban lain. Anggukan kepala menggantikan sapaannya pada ahli ramuan yang ia kenal, Evelyn Sharma . Lengan kemeja disisingkan hingga pergelangan siku. Ia berlutut. Telah mangkat, simpul sang Healer muda. Lalu memberi tanda pada Mediwizard untuk membawa korban di hadapan. Sebelum dibawa pergi, ia menutup mata korban malang itu dan memanjatkan doa.
Ia cukup tahu kemampuan mantranya tidak seberapa dalam menemukan korban di antara segala debris di sekitar. Tetapi, ia tahu menunggu orang lain tak akan membuat proses evakuasi berjalan cepat. Jemarinya lantas mengayunkan tongkat pada tiap titik yang berpotensi menutupi para korban.
"For Merlin's sake, we have to hurry."
Untuk Evelyn Sharma, anggap saja sudah kenal karena profesi kita berkaitan, bagaimana? ; Open interaksi qXZQY7pD1-8 1-8
Rainy days don't seem so wet Stormy nights don't stay From the moment that we met, you were worth the wait Oh, this could be the best thing that I'll ever know [The Best Thing - Paper Planes]
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 10
DEX 8
CON 15
INT 13
WIS 16
CHA 12
23 POSTS & 0 LIKES
House:
Hufflepuff
APPEARANCE
Wood-toned hair, hickory-brown eyes, slender, look a little bit clumsy but properly dressed.
|
Post by Sean Spade on Jan 9, 2022 14:40:17 GMT 7
Januari, 1967The Spade Manor, London, Inggris"Dad, I think I might see something... something bad," ucap Sean memecah keheningan larut malam di ruang keluarga The Spade Manor. "Aku tidak yakin, sepertinya aku melihat," suaranya tercekat. Tujuh puluh persen tidak yakin. Sean menarik napas, melihat kembali serbuk dan potongan daun teh yang masih basah, sedikit kepulan asap masih tampak samar-samar. Sean tidak melanjutkan ucapannya, alih-alih pikirannya justru beradu. Bulir keringat keluar dari kedua pelipisnya, menandakan konsentrasi yang tinggi dan tak ingin terbagi. Sang ayah mendekati putra sulungnya, melirik ke dalam isi cangkir teh. Di dalam sana, tampak banyak sisa potongan daun teh. Berserakan seolah-olah tidak berpola. Sang ayah hanya mengernyitkan dahi, karena yang dilihatnya hanyalah seonggok sisa daun-daun teh setelah habis diseduh. Sebaliknya, Sean melihat ke dalam cangkir itu seolah tahu semuanya; seolah daun-daun itu mencoba mengatakan sesuatu, menyampaikan sesuatu, kepadanya. Sang ayah kembali melihat putranya yang sangat serius, ekspresi sang ayah berganti menjadi takut. Pria paruh baya itu, dalam seumur-umur dia hidup, baru pertama kali melihat raut wajah Sean Spade yang sekhawatir itu. Sang ayah ragu, menuntut penjelasan, tetapi di saat yang sama ia tak ingin memecah konsentrasi anaknya. Hening. Menit demi menit berlalu. "Kurasa," kata Sean pelan sekali, "akan ada banyak kematian dan kesedihan. Berita ini datang dari suatu tempat di utara, mungkin tidak sekarang, tetapi tidak juga dalam waktu yang lama." *** Desa Ilkley, 1967 Sean Spade menganggap bahwa hal yang dilakukannya sekarang adalah penebusan dosa.
Ia tidak banyak bicara setelah pengarahan usai. Sihirnya bekerja memindahkan puing-puing dan lumpur untuk menemukan korban longsor. Pikirannya kalang kabut. Perhaps, this is what I have seen earlier, pikir Sean berulang kali, mencoba menerka apakah ini yang ia lihat pada bulan Januari lalu. Dua ratus nyawa menghilang. Kecepatannya memindahkan lumpur meningkat. Andai aku tahu hal ini akan terjadi, banyak orang dapat diselamatkan. Kali ini puing tidak lagi berpindah, tetapi agak terlempar ke arah bongkahan puing dan lumpur di tempat lain. I am so- so sorr-
"Hold there! I think I see something!"
Sean kembali tersadarkan setelah mendengar teriakan seorang perempuan yang ia kenali sebagai Evelyn Sharma. Rekannya berhenti dan menemukan seseorang di balik reruntuhan dan longsoran. Nikolai Pushkin memeriksa orang itu dan menegakkan kematiannya, sebelum kemudian dibawa oleh para mediwizard untuk dievakuasi lebih lanjut. Kemudian ia kembali mengayunkan tongkat sihirnya untuk kembali mencari para korban longsor. Ia melihat Nikolai menemukan kurang lebih delapan korban yang selamat. Para mediwizard dengan sigap membantu para korban itu dan menenangkan mereka.
"Kerja bagus, Nikolai," ujar Sean kepada pemuda itu, "Yes, you are right. We need to hurry up."
Tongkat sihir kembali berayun.
Evelyn dan Nikolai. Open interaksi. Akumulasi = 27 + zXhT3gRZ1-10
1-10
The truth is somewhere beyond the veil.
Sean Spade was born in 1947, attending Hogwarts in 1958 and was sorted into the house of Hufflepuff. After completing the study, he continued to deepen his knowledge of divination, specifically in the art of tea-cup reading. [484d52] (Note: Open for any plots via messages or twitter @thespade_rpf!)
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 8
DEX 13
CON 12
INT 16
WIS 15
CHA 10
4 POSTS & 0 LIKES
House:
Ravenclaw
APPEARANCE
5' 6". Ebony hair, often tied in a ponytail when working. Brown eyes. Cinnamon scent.
|
Post by Evelyn Sharma on Jan 9, 2022 16:02:28 GMT 7
Benar, ternyata, ia menemukan seseorang. Melihat Nikolai Pushkin sigap melaksanakan tugasnya, Evelyn memperlambat langkah, yakin bahwa rekannya akan memberi tanda jika membutuhkan ramuan atau bantuan. Sayang, bagi sosok yang ditemukan, bantuan mereka datang kelewat terlambat. Begitupun bagi enam lainnya. Satu demi satu, baik muggle maupun penyihir (ketika semua berbaring tanpa nyawa semakin mereka sulit untuk dibedakan) dibawa oleh para Mediwizard. Sedangkan Evelyn hanya bisa menunggu konfirmasi, lalu kembali mengayun tongkat, menggeser longsoran dari satu titik ke titik lain seakan-akan apa yang ia saksikan tidak mempengaruhinya. "I don't know how you do it, Nikolai," ujarnya ketika mereka berdiri bersisian. Takjub dengan determinasi sang penyembuh untuk terus bergerak dan secepat mungkin menyelesaikan misi. Ia tahu krisis yang melibatkan hidup dan mati merupakan bagian dari profesi mereka, kurang lebih, mungkin lebih sering untuk Nikolai. Tetapi bukan berarti mudah untuk terbiasa. Evelyn, contohnya, harus berusaha lebih keras agar ayunan tongkatnya tidak meleset, agar tidak lagi melewatkan sosok yang bisa diselamatkan. "Cepat-cepat bukan berarti gegabah." Ia menambahkan, kali ini ditujukan kepada Sean Spade yang mengamini kalau mereka harus bergerak lebih cepat. Meskipun tampaknya pesan itu tak dibutuhkan oleh rekan satu angkatannya; lihatlah, semua yang ditemukan lelaki itu masih bernyawa. Nikolai - boleh, tentu saja, cmiiw. Masih op-in.Akumulasi: 36 + ReA3eASw1-81-8
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 10
DEX 12
CON 8
INT 16
WIS 14
CHA 14
23 POSTS & 0 LIKES
House:
Ravenclaw
APPEARANCE
H: 190 cm, W: 68 kg. Dark brown hair, green eyes, and light brown skin tone.
|
Post by Mateo Diaz on Jan 9, 2022 17:07:56 GMT 7
Pekerjaan yang seharusnya diisi dengan berkeliling menyelusuri bangsal-bangsal berubah menjadi pekerjaan lapangan yang penuh lumpur dan tanah. Tak pernah disangka-sangka jika Desa Ilkley terlibat dalam bencana yang hampir membuat seluruh penduduknya tertimbun tanah. Mateo, sebagai seorang healer yang bekerja dengan mengedepankan hati nurani dan tidak memandang-mandang kasta, tentu tergerak mencari korban yang masih dapat diselamatkan. Mereka awalnya aman-aman saja, berpuluh-puluh orang masih hidup ditemukan dalam bongkahan genteng dan perabotan. Faktor umur, kekuatan fisik, dan tentu keberuntungan berpengaruh terhadap keselamatan seseorang dari longsor hari ini. Banyak orang beruntung rupanya, yang masih bisa kembali pulih oleh beberapa percikan mantra yang dilontarkan healer seperti Mateo. Hingga akhirnya hal yang paling tidak diinginkan terjadi, korban meninggal pertama ditemukan oleh adik tingkat Mateo saat masih bersekolah di Hogwarts. "Semoga mereka dapat meninggal dengan tenang," ucapnya kepada beberapa jenazah yang ditemukan Evelyn Sharma . Mateo bukanlah orang yang religius, tapi mengucapkan sedikit doa tidak ada salahnya. Beberapa di antara mereka wajahnya sudah tidak karuan, lecet dan penuh darah. Semoga tim identifikasi korban bencana dapat mengembalikan jenazah-jenazah itu ke keluarga mereka. Baik dari data gigi atau sidik jari, Mateo hanya ingin yang terbaik untuk mereka. YNdXB6pp1-10 + 41 1-10
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
PM saja untuk ajakan main
STR 14
DEX 14
CON 12
INT 10
WIS 8
CHA 16
12 POSTS & 0 LIKES
House:
Slytherin
APPEARANCE
petite: 158 cm | jet black hair | silver & misty eyes
|
Post by Matilda Murdoch on Jan 9, 2022 17:36:21 GMT 7
Matilda menyikut rusuk teman di sebelahnya— “Kita benar pasti dibayar kan kalau membantu?” * Tanya gadis itu sebelum tubuh, kesadaran, dan ruh-ruhnya terpelintir dengan cepat, menembus batas ruang dan waktu begitu ujung jemarinya menyentuh sol sepatu tua berwarna merah marun. Protkey yang disiapkan Kementerian Sihir. KRAK— BRUK— “Ouch.” Matilda mendarat tepat di atas ranting pohon dengan punggung terlebih dahulu. Nafas di dadanya seperti disentakkan membuatnya terbatuk-batuk hebat karena kesakitan. Si-al. Kalau saja ayah dan paman-pamannya lebih bertanggung jawab mengurus satu-satunya perempuan dengan nama belakang Murdoch tersebut, ia tidak perlu mendaftarkan diri sebagai relawan dan hidup susah seperti sekarang. Sebelum bertindak bak pahlawan dengan menyelamatkan orang lain sebaiknya ia menyelamatkan dirinya sendiri dulu—Matilda bangun dengan susah payah. Sekujur punggungnya sakit. Ia menjentikkan tongkat untuk membersihkan lumpur dan debu-debu yang menempel di tubuhnya karena pendaratannya yang tidak terlalu mulus. Ia mendengar gumaman-gumaman prihatin dari orang-orang di sekelilingnya @[Louis W. Freust], @[Evelyn Sharma]. Sementara gadis kita hanya mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Mengayunkan tongkatnya untuk menyingkirkan lumpur, ranting, serta puing-puing yang seolah-olah teraduk menjadi satu. Tsche. Inilah kenapa mudblood tidak pantas memimpin mereka. Golongan itu hanya membawa kesialan. Dahinya mengernyit ketika ia melemparkan sebatang pohon yang menghalangi. Orang-orang itu bekerja dengan cepat dan cekatan. “Uh-oh a-ada yang mati…” **Wajahnya memucat melihat jasad kaku yang bernoda lumpur. Matilda memalingkan wajahnya. Tidak bisa lihat. Perutnya mual.
* interaksi dengan yang ceritanya datang bersama dengan Matilda | ** interaksi dengan siapapun 46 + RWpZipoI1-14 1-14
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 15
DEX 12
CON 14
INT 10
WIS 8
CHA 15
8 POSTS & 0 LIKES
|
Post by Benedict Etoh on Jan 9, 2022 17:59:25 GMT 7
"Hei, ingatkan aku untuk mengecek kontrak kerja kita sepulangnya nanti." Dia berucap kepada Lucien Luo disampingnya. Tangannya bersedekap dan maniknya menatap bencana di hadapannya dengan tidak percaya. Hari ini harusnya hari libur mereka, tetapi lihatlah apa yang mereka lakukan, berada di tengah area bencana alam alih-alih berada di rumah mereka yang hangat. Bukannya bersantai seharian dengan piyama, dia malah harus menggunakan jubah Aurornya dan berdiri diatas tumpukan debris dan puing. Terlebih lagi, mereka Auror. Merlin, tidak tahu bahwa penegakan hukum sihir juga berarti membantu bencana. Akhirnya dengan satu helaan nafas terakhir, dia mulai bergerak, mencari area yang kira-kira belum ada yang menggali. Didekatnya dia mendengar kasak kusuk percakapan beberapa orang, "Jika tidak cepat, semakin banyak yang akan ditemukan seperti mereka," menjawab ucapan seorang wanita disampingnya ( Evelyn Sharma ). Maniknya mengerling pada mayat orang-orang yang berada di hadapan sang gadis. "Semoga mereka dapat meninggal dengan tenang.""Ya, semoga."
Ben berlutut disamping mayat seorang gadis cilik sembari menjawab doa singkat seorang pemuda di dekatnya ( Mateo Diaz) , ada sebuah boneka beruang kotor dan rusak tergeletak tidak jauh darinya. Sejenak maniknya melembut, dia mengambil boneka itu dan menepuk-nepuknya. Dia menaruh boneka itu diselipan siku sang anak perempuan. "Here you go, little girl."Sesaat dia diam sebelum akhirnya berdiri. Manik coklat mudanya menatap wanita itu, dia tersenyum kecil sebelum binernya kembali mengedar menatap ke sekeliling. "Luc, bantu aku," memanggil rekan sesama aurornya, dia menatap sesuatu yang seperti atap tetapi sudah tertimbun tanah dan batu. Jika mengangkat itu, kemungkinan mereka bisa menemukan sesuatu──dan berharap sesuatu itu bernyawa. "Kita coba angkat itu berdua, terlalu besar kalau aku sendiri."
52 + btPqqzVK1-151-15
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 8
DEX 14
CON 11
INT 15
WIS 14
CHA 12
12 POSTS & 0 LIKES
House:
Hufflepuff
APPEARANCE
Brown hair, hazel eyes, balance height and weight.
|
Post by Nikolai Pushkin on Jan 9, 2022 18:08:15 GMT 7
"Untukmu juga, Sean." Pujinya pada Sean Spade. Tangannya menepuk pelan pundak pemuda itu satu kali. Ia kurang tahu apakah sang junior asramanya di Hogwarts mengetahui insiden ini terlebih dahulu dari semua orang. Menimbang kemampuan divinasi yang dimiliki, apabila ia tak salah ingat. Namun, apa pun yang terjadi sebelumnya, ia pikir tak harus dipusingkan. Karena kehadiran sang pemuda di sini sekarang menurutnya sudah sangat membantu. Posisi Nikolai berpindah, cepat, dan hati-hati. Mediwizard tampak sibuk bergantian mengurus lebih lanjut setelah pemeriksaan dan penyembuhan untuk pertolongan pertama ia lakukan. Ia berharap tim medis, baik Healer, Mediwizard, dan ahli ramuan seperti Evelyn Sharma, mampu menangani korban-korban yang semakin banyak ditemukan. "I don't know how you do it, Nikolai.""Neither do I, Sharma." Terjadi begitu saja. Tiga tahun menjadi Healer, lama-kelamaan ia bergerak, tanda kutip, tanpa perasaan. Dibandingkan tahun pertamanya, kini ia tak lagi terlalu berempati dengan orang tak bernyawa di depan mata. Bukannya ia benar-benar mati rasa, melainkan, pikirnya, jika terus mengikuti, dirinya hanya berdiam diri di tenda atau bahkan di St. Mungo. "Mungkin sama sepertimu yang semakin pandai mencampurkan bahan ramuan." "Do you think your potions enough for all?" Sembari melirik korban baru yang ditemukan. Yang ternyata tak membutuhkan ramuan apa pun. Kaku dan dingin, seolah jiwa-jiwanya telah terhisap makhluk kegelapan. Ia mendekat pada Mateo Diaz setengah terengah. "Aku tak yakin tenda dapat menampung korban meninggal, Senior." Sekalipun menggunakan mantra perluasan. Dari pengamatannya, belum semua korban ditemukan, tetapi lebih banyak korban mangkat. Korban luka pun perlu dipikirkan kondisi psikologisnya. Ia memiliki opsi membuat tenda kedua, terpisah antara yang masih hidup dan yang sudah meninggal. Tetapi, pertama-tama mereka harus membuka lahan bersih lainnya. Ayunan tongkatnya mencoba menyingkirkan reruntuhan. Melihat para Auror (salah satunya Benedict Etoh ) mengangkat runtuhan besar, ia pikir peluang memperoleh lahan tersebut menjadi lebih tinggi. Pada sisi terdekat, ia mendapati seorang gadis berambut hitam. Dari penampilan ia menyimpulkan gadis itu bukanlah salah satu korban longsor. Pucat dan tidak sehat kelihatan dari paras wajah. Dihampirinya segera Matilda Murdoch . "You look pale." Tangannya memunculkan syal. Benda yang biasa ia berikan kepada orang yang mengalami syok akan situasi. "Pakailah. Jika tidak sanggup berada di sini, kau bisa pergi ke tenda medis."
Sean, Evelyn, Mateo, Matilda; Masih op-in Akumulasi: 58+ POfD3_AD1-81-8
Rainy days don't seem so wet Stormy nights don't stay From the moment that we met, you were worth the wait Oh, this could be the best thing that I'll ever know [The Best Thing - Paper Planes]
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 10
DEX 12
CON 8
INT 16
WIS 14
CHA 14
23 POSTS & 0 LIKES
House:
Ravenclaw
APPEARANCE
H: 190 cm, W: 68 kg. Dark brown hair, green eyes, and light brown skin tone.
|
Post by Mateo Diaz on Jan 9, 2022 22:52:53 GMT 7
Baru tak lama ia mengucapkan doa kepada beberapa jenazah yang ditemukan oleh Miss Sharma, kini ia harus terkejut dengan arah matanya memandang. Ia melihat sebuah keluarga yang duduk di sofa di bawah bongkahan batu besar dan atap rumah mereka yang baru Mateo pindahkan menggunakan sihir. Tubuh-tubuh itu tampak kaku, memperlihatkan kondisi rigo mortis yang berarti mereka belum mati dalam waktu lama. Melihatnya, Mateo merasa miris. Bagaimana perihnya jika meninggal tanpa tahu waktu, bahkan ketika saat bersantai bersama keluarga.
Untungnya sebagai healer, melihat kematian membuatnya menjadi kebal. Ia bahkan sudah dapat melihat thestral. Tidak seperti sosok yang tak jauh di dekat Mateo, sepertinya seorang relawan dari non-medis, terlihat pucat.
"Tak perlu memanggilku dengan Senior, Nikolai. Kau sudah bukan healer magang, kau tahu?" sahutnya bernada datar. Bukan, bukan marah. Jikalau di kondisi normal, Mateo akan tampak ceria, hangat, dan mungkin sedikit tertawa. Namun, ia tahu reaksi tersebut sangat tidak etis ia tampilkan di sini. "Ya, tentu. Tak mungkin juga kita menumpuk mereka dengan korban yang selamat. Mungkin membuat tenda baru tentu opsi yang bagus, aku tak mau ada yang meninggal hanya karena syok melihat anggota keluarga mereka meninggal."
Kasus yang jarang, tetapi sangat mungkin terjadi. Nikolai 62 + 5JQvMArX1-101-10
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 8
DEX 13
CON 10
INT 15
WIS 14
CHA 14
3 POSTS & 0 LIKES
House:
Slytherin
APPEARANCE
Asian. Tall, skinny, pale, sharp eyes.
|
Post by Lucien Luo on Jan 9, 2022 22:59:12 GMT 7
Luo Fen menyukai rutinitas; sesuatu yang sayangnya seringkali digagalkan oleh natur dari pekerjaannya. Hari ini ia berniat untuk menyelesaikan buku yang sedang dibacanya sebulan terakhir. Ia sudah menyiapkan buku dan lemonade dingin di ruang duduk rumah yang ditempatinya bersama Benedict Etoh ketika perapian meraung dan kepala departemen auror muncul. Alhasil, semua rencananya gagal dan kini ia berdiri di samping Ben, mengenakan seragam Auror di hari libur, di tengah efek dari bencana. This is awful. Ia berjengit. Setiap melangkah ia membayangkan ada seseorang di bawah kakinya, mungkin ia tidak sengaja menginjak lengan atau kepala. Bau kematian. Lucien menggunakan mantra non-verbal untuk menyingkirkan beberapa puing terdekat, berhati-hati sekali karena tidak tahu apakah ada orang terjepit di sana atau tidak. Kontrak kerja, kata Ben tadi, lucu bahwa kalimat yang sama tetap terdengar meski sudah sepuluh tahun mereka menjadi Auror. Bukan cuma satu dua kali mereka dipanggil karena situasi mendesak. Kali ini, ia pikir, situasinya memang benar mendesak. Ada korban nyawa, banyak korban nyawa. Dari sudut matanya ia melihat Ben membungkuk dan memungut sebuah boneka. Always so soft. Lucien tidak melihat tubuh-tubuh yang bergelimpangan terlalu lama. Berapa kali pun melihat kematian rasanya ia tidak akan pernah terbiasa. Genggaman pada tongkatnya erat. Ia melihat seorang gadis, masih amat muda, mungkin baru lulus Hogwarts, wajahnya pucat. Rahangnya mengeras, ia membalikan tubuhnya ketika mendengar Ben memanggil namanya. " Be careful, Ben," ujarnya pelan, menyentuh lengan pemuda itu sekilas sebelum mengangkat tongkatnya. Benedict Etoh berapi-api dan meski tahu bahwa partnernya itu lebih dari profesional dalam pekerjaan, itu tidak menghentikannya untuk mengingatkan kadang-kadang. Ben adalah kobaran api sedang Lucien adalah dinginnya laut. Ia menarik nafas lalu melambaikan tongkat, berhati-hati mengontrol potongan atap besar itu untuk memindahkannya ke tempat lain. Ada beberapa orang terperangkap di balik puing besar itu. Lucien berhati-hati turun, menggumamkan mantra untuk membuat tubuhnya lebih ringan agar tidak terperosok dalam lumpur. Ia menyentuh nadi tubuh terdekat, muggle ia tebak, karena tidak ada tongkat sihir di dekatnya. "Ada penyembuh?" tanyanya keras, "ada korban tidak sadarkan diri di sini!"
op-in. 72+ Ln34OQEC1-81-8
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 10
DEX 8
CON 15
INT 13
WIS 16
CHA 12
23 POSTS & 0 LIKES
House:
Hufflepuff
APPEARANCE
Wood-toned hair, hickory-brown eyes, slender, look a little bit clumsy but properly dressed.
|
Post by Sean Spade on Jan 9, 2022 23:32:18 GMT 7
Sorot mata Sean berpaling ke arah Evelyn Sharma ketika perempuan itu mengingatkannya untuk tidak gegabah. Sean mungkin tidak menyadari bahwa ketika ia tenggelam dalam pemikirannya tadi, pekerjaannya menjadi terlihat gegabah dan hal itu mungkin disadari oleh Evelyn Sharma. Come to think of her, meskipun mereka satu angkatan, Sean tidak tahu banyak tentangnya. Satu-satunya yang Sean ketahui, fakta bahwa Evelyn adalah seorang Ravenclaw, pengamat sejati (dan barangkali kutubuku), tidak mengurangi respek Sean terhadap Evelyn. Ia tidak pintar, tapi ia cukup senang memuji kawan-kawannya yang pintar.
"Sure. Will do, Evelyn. Many thanks," jawab Sean halus dengan sedikit senyuman.
Oh, terima kasih. Seharian ini Sean memang belum tersenyum sama sekali.
Dirundung rasa bersalah, ceritanya.
Kepada Nikolai Pushkin, dengan tepukan di pundak Sean, melunturkan senyumnya. Bukan, bukan karena ia tidak menyukai afirmasi berbentuk physical touch dan pujian dari seniornya saat di sekolah. Melainkan karena ia kembali teringat tentang keraguan yang pernah ia lakukan di masa lampau sehingga kejadian mengerikan ini tidak tercegah. Walaupun bencana ini bukan salahnya, dan tentu saja di kementerian atau di luar rumahnya pasti banyak peramal yang juga bisa melihat longsor ini (entah mereka melakukan sesuatu atau tidak), Sean tetap beranggapan bahwa tidak melakukan apapun adalah suatu kesalahan baginya. Apalagi saat melihat korban yang adalah seorang gadis, upacara sederhana yang dilakukan oleh Benedict Etoh dan Mateo Diaz terasa sangat menyesakkan dadanya.
Pada momen ini, Sean Spade belum menyadari bahwa pengetahuan dan tafsir ramalan saja tidaklah cukup untuk mewujudkan perubahan. Ia jelas membutuhkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Sesuatu yang disebut power.
Kembali pada latar bencana longsor, pada sisi terdekatnya Sean mendengar Mateo Diaz memberikan usulan untuk membangun tenda baru untuk para korban bencana yang masih hidup; yang bertakdir berbeda dari mereka yang berpulang.
"Aku bisa membuat tenda baru untuk para korban yang selamat," usul Sean. "Nona, kau bisa beristirahat di dekat pohon di sisi sana. Aku akan membuat tenda pengungsian di tanah kosong di sebelahnya," sambungnya kepada seorang perempuan muda yang terlihat sangat pucat (Matilda Murdoch.red) sembari berjalan ke arah kerumunan korban yang selamat. Kebanyakan dari mereka menangis, berteriak, dan sebagian lagi memilih untuk bersandar pada bumi dan memejamkan mata yang telah berlinang air mata. Keadaan di lokasi bencana sungguh ramai, salah seorang penyihir terdengar mencari healer, para mediwizard berlalu-lalang, dan kini ia akan mendirikan sebuah tenda baru untuk mereka yang lolos dari kematian.
Berusaha merekap semuanya. Note: Sean akan membangun tenda baru untuk para korban yang selamat, silakan digunakan untuk memperkaya deskripsi. Terima kasih! 78+ 8Matv_Mh1-10
1-10
The truth is somewhere beyond the veil.
Sean Spade was born in 1947, attending Hogwarts in 1958 and was sorted into the house of Hufflepuff. After completing the study, he continued to deepen his knowledge of divination, specifically in the art of tea-cup reading. [484d52] (Note: Open for any plots via messages or twitter @thespade_rpf!)
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
PM saja untuk ajakan main
STR 14
DEX 14
CON 12
INT 10
WIS 8
CHA 16
12 POSTS & 0 LIKES
House:
Slytherin
APPEARANCE
petite: 158 cm | jet black hair | silver & misty eyes
|
Post by Matilda Murdoch on Jan 10, 2022 1:14:07 GMT 7
Mereka bilang Slytherin berisi orang-orang berdarah dingin dan kejam. Tetapi melihat mayat saja tubuh dan nyalinya menciut-menggigil. Pikiran-pikiran gelap yang tampak keren seperti “menciptakan inferius“ langsung lenyap dari angan-angannya. Matilda hanya ingin hidup dikelilingi hal-hal yang indah. "You look pale."Who doesn't anyway? Karena tubuhnya jauh lebih mungil, Matilda jadi mendongakkan kepalanya— Maksudnya dia betul-betul anak perempuan yang normal. Ini kali pertamanya melihat mayat dalam kondisi mengenaskan seperti itu. Jiwanya yang rapuh lumayan terguncang dan terkoyak. Jadi ia hanya menatap bodoh Nikolai Pushkin dengan sepasang mata perak berkabutnya. "Pakailah. Jika tidak sanggup berada di sini, kau bisa pergi ke tenda medis."“Uh.” “Ta-tapi a-apakah boleh sudah datang ke sini dan tidak membantu?” Tanyanya polos dan lirih, seolah-olah takut orang-orang mendengar obrolan mereka. Maksudnya ia akan tetap dibayarkan? Sebab dia datang ke sini karena diiming-imingi imbalan. Tapi membahas uang di saat seperti ini, apakah nanti ia tidak dipukul, dicaci maki, atau dimantrai? Matilda masih bisa berpikir dengan jernih setidaknya. Ia terlalu pengecut untuk cari mati. Jadi Matilda menerima dan mengenakan syal itu seperti caranya menyampirkan selimut untuk menutupi bahu. “Te-terima kasih.” Nah. "Nona, kau bisa beristirahat di dekat pohon di sisi sana. Aku akan membuat tenda pengungsian di tanah kosong di sebelahnya,"Satu orang lagi menawarkan bantuan. Mimik wajahnya justru tampak makin menderita. (Matilda datang ke sini sebagai relawan bukan sebagai korban, kenapa orang-orang ini malah mengurusinya? Bagaimana nanti kalau imbalannya tidak cair? Atau orang-orang mencibirnya sebagai beban?) Tapi toh kaki-kakinya terayun mengikuti langkah-langkah kaki Sean Spade. Berusaha mengimbangi langkah-langkah pria itu yang panjang menuju kerumunan orang-orang yang selamat. Ia bahkan tidak berhenti saat ada robekan perkamen terbang ke arahnya. Ia hanya menangkap dan mengantonginya. Matilda hanya berhenti saat sebelah kakinya terjeblos ke lubang dan ada sesuatu yang menariknya. Ia menjerit. Menjerit yang kencang sekali. “A… aaaa… aaaaa… tolong… tolong… ada tangan yang menangkap kakiku toloooong…”Ia mengibas-ngibaskan kakinya sambil menjerit-jerit.
86 + iXTMqSdG1-141-14
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 10
DEX 14
CON 8
INT 15
WIS 12
CHA 15
4 POSTS & 0 LIKES
|
Post by Nathaniel Aldrich on Jan 10, 2022 9:39:51 GMT 7
"Aldrich, tolong bantu di sana ya!""Aku di sini bukan buat—" "Thank God ada kamu di sini! Tolong dong, tadi aku menemukan korban yang—"Perkataan rekan kerjanya itu langsung turun volumenya ketika Nathaniel menolak untuk mendengarkan, tapi tubuhnya bergerak untuk membantu. Tidak ada yang mau mendengarkan bahwa dia ada di sini bukan untuk membantu, tapi untuk membereskan saksi-saksi yang melihat para penyihir mengayunkan tongkat dan membuat reruntuhan terangkat untuk menyelamatkan para korban—yang mana adalah pekerjaannya, halo!!—tapi ya sudahlah, keburu sudah ditarik kemana-mana juga. Mungkin biarkan saja para muggle terkejut-kejut dulu ada tanah melayang, dibereskannya belakangan. Walau, sudah pasti, dia bakal encok menghapus memori orang-orang ini satu-satu ketika semua selesai, yang penting semuanya selesai dulu saja. Sang Obliviator muda mendapati bahwa tidak lama setelah dirinya terjun ke lapangan, pakaiannya kotor terkena tanah dan lumpur yang menempel pada tubuh korban; dirinya melihat ke sekitar, ada juga beberapa yang menggunakan sihir untuk mengangkat tubuh korban, dan Nathaniel mengutuk dirinya sendiri kenapa tidak terpikir untuk melakukan hal tersebut. Kebiasaan, mungkin, untuk menggunakan tangan langsung daripada melambaikan tongkat, tapi ya sudahlah, sudah keburu kotor juga. Dirinya mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari-cari lagi siapa yang kira-kira butuh bantuan, ketika dia mendengar suara keras. “A… aaaa… aaaaa… tolong… tolong…!”Sebuah jeritan, yang membuatnya terlonjak dan langsung berlari ke sumber suara. "Eh, eh—sssh, tenang, tenang—jangan ditendang-tendang, itu orang—" tangannya bergerak untuk menarik lengan Matilda Murdoch ; ibu jarinya mengusap pelan pergelangan tangan wanita itu dengan usaha menenangkan, "Berdiri di sini sebentar, ya." Kemudian dirinya berlutut di sebelah wanita itu untuk melihat lubang yang membuatnya terpelosok, menangkap tangan yang menarik kaki Murdoch agar tangan tersebut melepaskan kaki sang gadis. Begitu tangan itu terlepas, rasanya lemas sekali, dan Nathaniel menggenggamnya erat-erat dengan satu tangan sementara tangannya yang bebas mengayunkan tongkatnya dan mengangkat tanah di sekitar untuk membebaskan sosok yang tertimbun.
Matilda, kalau tidak berkenan boleh deksrip menarik diri atau silakan PM ya c': 100 + 7wPzOeoP1-101-10
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 12
DEX 15
CON 13
INT 15
WIS 8
CHA 11
9 POSTS & 1 LIKE
House:
Slytherin
APPEARANCE
Dark hair, 179cm // he might look calm but once he opens up to someone, he is anything but calm.
|
Post by Forest Cho on Jan 10, 2022 12:46:58 GMT 7
Lumayan banyak bala bantuan berupa relawan dari pihak penyihir. Forest Cho juga termasuk salah satunya. Ia bergegas melakukan tugasnya seperti kata Tuan Tuft, menyelamatkan penyihir dan muggle yang terperangkap di dalam longsor. Agak sulit juga melakukannya karena medan yang bahaya. Namun mereka penyihir, mereka bisa melakukan sesuatu untuk mempermudah misi penyelamatan. Dan itulah gunanya mereka berada di sini.
Tangannya berkeringat karena gugup, maka Forest mempererat genggaman pada tongkat mapple-nya. Menatap sekeliling, ia memperhatikan para relawan lain bekerja. Forest berharap dia bisa menemukan yang dikenal di sini, atau memang dianya saja yang sulit berinteraksi dengan orang lain? Tidak juga. Forest cuma sedikit pendiam saja hari ini, mengamati orang lain saling bekerja sama sementara ia mencari di sisi lain, berharap menemukan korban selamat.
"Halo? Bisa mendengarku?"
Ia menemukan pintu depan rumah yang tertimbun lumpur dan dengan cepat Forest menyingkirkan tanah yang menutupinya. Pintunya dibuka dengan mantra lalu ia mendapati longsorannya tanah ternyata menimbun sebagian ruangan. Atap rumah ini kelihatan runtuh.
"Ada seseorang di sini? Tolong jawab aku," Forest berseru lagi, berharap menemukan korban yang selamat.
107+ BbApmU|B1-121-12
|
|
Administrator
USER IS OFFLINE
Years Old
Sorcery Points:
Hit Points: | Atk Dice:
146 POSTS & 0 LIKES
|
Post by Narrator on Jan 10, 2022 16:44:22 GMT 7
"Seharusnya kita biarkan saja para muggle ini."
Suaranya nyaring, diucapkan dengan nada keras dan sama sekali tidak simpatik di tengah-tengah reruntuhan dan tubuh-tubuh tidak sadarkan diri. Pria muda itu berdecak kesal, mengarahkan tongkatnya ke sepatu kulit naganya yang mengilap untuk membersihkan lumpur yang menempel. Sama sekali bukan rahasia bahwa Edgar Rosier menganggap dirinya di atas muggle, sebuah paham yang sejak dulu mengakar di keluarga berdarah murni. Apalagi yang masih masuk ke dalam sacred twenty-eight, saking terobsesinya dengan kemurnian darah, mereka lebih memilih untuk menikah dengan sepupu sendiri ketimbang dengan orang lain yang tidak jelas pohon keluarganya.
"Kenapa?" tanya Rosier dengan mencemooh pada seorang pria yang berdiri tidak jauh darinya, "Bukankah karena kesalahan mereka sendiri sampai kecelakaan ini terjadi?" Pria itu hendak menyelanya, mungkin berkata bahwa apa yang ucapkan ini tidak pada tempatnya. Tapi Rosier dengan acuh tak acuh melambaikan tangannya, menepis apa pun yang mungkin dikatakan orang itu.
Dengan kernyitan di kening, Rosier berjalan di antara puing. Ada lencana departamen transportasi menempel di bagian depan jubah biru tuanya; jubah dengan bahan tebal dan mewah yang sama sekali tidak cocok digunakan untuk misi penyelamatan. Di sampingnya ada pemuda bertubuh kecil dengan kacamata tebal yang berusaha menyamakan langkah dengan Edgar Rosier, ia tersandung puing beberapa kali tapi masih berusaha keras untuk tidak ketinggalan.
"Tambang timah, betapa gila," cela pria itu lagi, masih dengan nada keras biarpun ia bersikap seperti bicara pada pemuda berkacamata, "muggle hanya bisa menghancurkan lingkungan. Lalu siapa yang menanggung akibatnya? Penyihir juga. Puluhan saudara kita tertimbun di sini karena para muggle."
Ia mendengus.
"Kau tetap membantu di sini, Herbert," ujarnya angkuh, mengibas tangannya lagi seperti mengusir kneazle liar, "aku ada rapat penting."
Menyisakan suara lecutan cemeti, sosoknya menghilang ketika Edgar Rosier ber-Apparate pergi.
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 8
DEX 13
CON 13
INT 14
WIS 16
CHA 10
10 POSTS & 0 LIKES
House:
Hufflepuff
APPEARANCE
5"11'. 167.8 lbs. Dark Brown hair, short curly. Hazel eyes. Lean Fit. Neat facial hair. Sincere helpless smile. Sandalwood scent. Calming presence.
|
Post by Pegasus Cranfield on Jan 10, 2022 18:11:14 GMT 7
"It is worse than I've imagined it would be," desahnya.
Dalton datang sedikit agak terlambat karena beberapa pasien yang harus ia tangani di St.Mungo. Ia bisa saja memilih untuk tinggal dan menunggu semua korban dilarikan ke sana. Namun ia berkeras untuk ikut serta setelah kewajiban utamanya selesai. Hanya untuk melihat seberapa parah kerusakan akibat longsor itu sebenarnya.
Ia dapat merasakan kesakitan nyaris di setiap sudut. Bukan sebagai metafora, namun terasa begitu nyata. Pedih itu seketika merobek kulit dan mengoyak tulangnya saat baru saja tiba di sana. Ia bahkan harus berdiam diri sementara waktu untuk menyesuaikan situasi.
Bukan Pegasus Dalton Cranfield jika tak mengabaikan rasa sakit itu dan ikut melakukan evakuasi.
He didn't learn Occlumency for nothing, right?
Beberapa orang yang ia kenal ada di sana. Mereka masih melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin jiwa. Dari sederet korban yang ditemukan, Dalton menemukan kehampaan di tubuh mereka. Ia menyempatkan diri untuk memberikan penghormatan terakhir.
"May your soul be in peace," ia mengangkat tongkatnya dan memberikan sebuah mantra untuk menetralkan energi negatif yang ditimbulkan kematian tragis. Sementara, ia mencoba mengurangi dampak traumatik para korban yang masih bernapas. Memberikan mereka rasa tenang sebelum akhirnya tertidur dengan tongkatnya. Dalton mengambil sampel dari seorang korban selamat saat mencoba mengintip ke celah benaknya.
Mengerikan.
"Ferula," ia merapalkan mantra untuk membebat luka mereka dengan hati-hati. Bukan hanya penyihir, Muggle pun ada di sini. Ia kira Departemen Pengendalian Bencana Sihir dapat mengatasi ingatan mereka yang telanjur menyaksikan sihir. Tak lupa membubuhkan beberapa tetes ramuan ekstrak dittany untuk menutup luka yang tak terlalu parah.
Ada berapa banyak lagi yang tersisa sekarang?
Entahlah. Yang jelas ia dapat merasakan jerit kesakitan menggaung dari residu insiden ini. Semoga saja tidak banyak yang harus berkorban untuk peristiwa ini. Sebab mereka adalah hasil dari kelalaian para pemangku jabatan, sejatinya.
Dalton merasakan seseorang merintih tak jauh dari lokasi tempatnya berdiri. Tertimbun tanah dan pepohonan yang rusak. Sakit. Ia lantas berdiri untuk menemukan rasa sakit itu. Beberapa meter dari lokasi bangunan yang rubuh terpulas tanah dan lumpur hijau kecokelatan.
"Kumohon bertahanlah," ia menghunus tongkatnya, menyingkirkan tanah yang menimbun jemari yang masih bergerak itu. Di sisi lain, ia menemukan seekor kucing yang mengeong dengan tatapan iba di sudut lain. Kakinya terluka.
Ini pilihan. Nyawa kucing atau manusia?
Dalton memilih kucing. Dan manusia juga tentu.
Ia mengayunkan tongkatnya ke arah tanah sementara berlari ke arah kucing itu. "Siapapun, tolong seseorang yang tertimbun!" pekiknya ketika berlari. Ia cepat-cepat mengeluarkan ramuan dari dalam jubah khas St.Mungo, mengobati kucing itu. Kneazle lebih tepat. Mungkin saja milik salah seorang penyihir yang jadi korban di tragedi longsor ini.
"Kau akan baik-baik saja."
Di situasi sulit begini nyawa makhluk hidup manapun berharga. Tidak peduli hewan atau manusia.
Random event done Op-in ya, feel free to tag me. 119+ LFKyK4b71-81-8
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 15
DEX 8
CON 14
INT 10
WIS 12
CHA 15
10 POSTS & 0 LIKES
|
Post by Raquel Charlton on Jan 10, 2022 18:15:56 GMT 7
Raquel sedang dalam perjalanan pulang saat salah satu staf Kementerian Sihir menghubunginya. Tidak perlu menunggu lama gadis Charlton itu bergegas pergi ke Ilkley dengan berapparasi.
“Oh, God!”
Di depannya kini longsoran tanah dan bangunan yang ambruk terpampang jelas. Ia pun kini sedang berdiri di atas genangan air yang seolah-olah menyedot kakinya. Sudah tidak ada lagi heels yang dikenakannya berganti dengan kaki yang menapak hati-hati pada genangan air. Pandangannya mengedar dengan tongkat sihir yang teracung di depan dada.
Satu lambaian Raquel menyingkirkan pohon yang tumbang.
Satu lambaian lagi Raquel mendobrak pintu rumah yang tertutup puing-puing bangunan.
“Apa ada orang di dalam?” Panggilnya dengan suara yang dikeraskan oleh mantra. Tidak ada yang menjawab hingga Raquel berdiri tepat di depan pintu. Langkahnya hati-hati saat memasuki bangunan rumah itu. “Aku datang untuk menolong. Apakah ada orang?” Teriaknya lagi. Ujung tongkat sihirnya memancarkan cahaya untuk memastikan apakah rumah itu kosong atau tidak.
Open interaksi
113 + 6E3onXbo1-15
1-15
|
|
Wizards
IS OFFLINE
Years Old
STR 15
DEX 12
CON 14
INT 10
WIS 8
CHA 15
8 POSTS & 0 LIKES
|
Post by Benedict Etoh on Jan 10, 2022 22:39:05 GMT 7
"Luo Fen!" Berteriak terkejut ketika melihat Lucien Luo tanpa aba-aba meloncat turun kebawah. Gerakannya berhati-hati, Ben tahu itu. Bertahun-tahun mengenalnya dia lebih dari tahu bahwa sang pemuda tidak pernah gegabah. Tetapi tetap saja kekhawatiran menggelayut setiap kali dia melihat sang pemuda melakukan sesuatu yang mungkin bisa membahayakan dirinya. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Ben kecuali ikut meloncat turun sembari merapalkan mantra kepada Luc, memberikan proteksi tambahan kepada pria itu. Sesampainya dia dibawah, dia menemukan beberapa orang tergeletak. Jumlah orang-orang itu dua belas. Ben berlutut dan memeriksa nadi mereka satu persatu untuk meyakinkan bahwa semua yang ditemuinya masih hidup. Dia mendengar suara dalam sang partner memanggil bala bantuan kebawah. "Jangan mendadak pergi seperti tadi." Nadanya sedikit menggerutu, tetapi ada kekhawatiran disitu. Ben tidak sanggup melihat sesuatu terjadi kepada Lucien Luo. Sungguh aneh jika dipikir-pikir, karena mereka berdua sama-sama Auror dan bahaya merupakan tema utama kehidupan mereka. Pemuda itu menghela nafas kesal dan memalingkan wajah, tidak ingin berucap lebih banyak karena takut akan menimbulkan perdebatan di muka umum. Suasana sudah ramai dibawah sini. Beberapa penyihir medis sudah ikut turun untuk membantu mereka. Ben sendiri melihat ke sisi lain rumah yang sudah benar-benar tertutup reruntuhan dan lumpur. Entah kenapa dia yakin sekali masih ada orang didalam sana, tetapi dia harus membuka lubang karena longsor yang menutupi tampaknya cukup tebal. Ben menggerakkan tongkatnya, berusaha untuk membuka lumpur dan tanah yang menutupi area di hadapannya.
Op-in 127 + MqKEg7lf1-15 1-15
|
|